Rabu, 09 Februari 2011

human manipulation

Dunia ini panggung sandiwara
Cerita yang mudah berubah
Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran berpura-pura
Mengapa kita bersandiwara ?
Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin kita mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan
Mengapa kita bersandiwara ?
                                                        Created by : Ian Antono, Taufik Ismail

Mengingat lagu jadul itu, saya jadi ingin membahasanya karena cukup dalam dan kompleks maknanya (saya pikir). Lagu dengan lirik sederhana namun kaya makna itu mewakili apa yang terjadi di dunia ini. “Mengapa kita bersandiwara?” ; sebelum menjawab soal itu sekarang yang saya pikirkan adalah apakah benar kita bersandiwara?
Kalau memang kita hanya bersandiwara dan dunia ini hanya panggungnya di mana kita sebagai aktornya, lalu apa arti hidup di dunia ini sebenarnya? Dan di mana unsur dramatik lainnya atau skenario yang menjadi penggerak peran itu? Atau mungkinkah skenario itu adalah sebuah takdir? Mungkin saja, Allahualam ..
Ternyata William Shakespeare juga mengungkap hal yang sama dalam karyanya yang berjudul “As You Like It”. Dalam karyanya tersebut adalah tokoh Jaques yang mengutarakan frase “dunia ini panggung sandiwara. Monolog tersebut mengumpamakan dunia ini sebagai sebuah panggung sandiwara dan kehidupan manusia sebagai sebuah sandiwara.
Ini adalah salah satu bagian dari karya Shakespeare yang paling sering dikutip.

Monolog :

“All the world is a stage,
And all the men and women merely players;
They have their exits and their entrances;
And the man in his time plays many parts,
His act being seven ages. At the first the infant,
Mewling and puking in the nurse’s arm;
Then the whinning school-boy, with his satchel
And shining morning face, creeping like snail
Unwillingly to school. And the lover,
Sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mistress’ eyebrow. Then a soldier,
Full of strange oaths, and bearded like the pard,
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
Seeking the bubble reputation
Even in the cannon’s mouth. And then the justice,
In fair round belly with good capon lin’d,
With eyes severe and beard of formal cut,
Full ofwise saws and modern instances;
And so he plays his part. The sixth age shifts
Into the lean and slipper’d pantaloon,
With spectacles on nose and pouch on side;
His youthful hose, well sav’d, a world too wide
For his shrunk shank; and his big manly voice,
Turning again toward childish treble, pipes
And whistles in his sound. Last scene of all,
That ends this strange eventful history,
Is second childishness and mere oblivion;
Sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.” – Jaques (Act II, Scene VII, lines 139-166)

Maksud Shakespeare adalah bahwa dunia ini tidak lain adalah panggung teater dan manusia adalah aktornya. Sejak lahir manusia memasuki dunia teater dan terus berakting sesuai dengan usia mereka, hingga pada usia tua mereka ketika episode yang terakhir dimainkan.

Setali tiga uang dengan lagu jadul sebelumnya itu, hanya saja Shakespeare mengungkap lebih detail hingga peranan pada tiap tingkatan usia. Lalu apa benar manusia hanya bersandiwara di dunia ini? Bila manusia hanya bersandiwara, maka apa gunanya segala atribut dan aturan yang tujuannya untuk mengatur tingkah laku manusia dan mengapa manusia dituntut untuk berusaha dalam memperjuangkan hidupnya?

Bersandiwara terlalu gampang bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan manusia sesungguhnya di dunia. Manusia mempertahankan dan memperjuangkan hidupnya dengan penuh daya upaya. Bila skenario yang dimaksud adalah takdir, maka sang aktor bisa saja mengubah skenario karena seperti yang diajarkan dalam Islam bahwa takdir manusia dibagi menjadi dua, qada dan qadar. Qada sebagai takdir yang sudah ditetapkan Alloh swt sebelum manusia dilahirkan, yaitu jodoh, mati, dan rejeki. Sedangkan qadar sebagai takdir yang ditetapkan Alloh swt setelah manusia dilahirkan. Qadar inilah yang sifatnya fleksibel tergantung pada apa yang dilakukan manusia itu sendiri di dunia.

Jadi jelas lah bahwa yang dilakukan manusia di dunia ini adalah lebih dari sekedar bersandiwara karena manusia juga perlu usaha dalam hidupnya. Yang diungkapkan oleh Ian Antono dan Taufik Ismail adalah perilaku sebagian kecil manusia di dunia ini, sedangkan yang diungkapkan oleh Shakespeare adalah gambaran perilaku manusia secara umum, karena pada kenyataannya lika-liku hidup tiap individu berbeda-beda.

Jadi, mengapa kita bersandiwara?
Pertanyaan itu hanya untuk manusia yang memang kerjaannya hanya bersandiwara di bumi ini, yang tak mengerti hakekat hidup, dan penuh manipulasi di depan publik karena ingin menghindar dari kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar